Wednesday, August 23, 2006

Selamat Sore...

I've always been in love with the afternoon...

Ya.. saya selalu jatuh cinta dengan sore hari. Semenjak saya kecil, pesona cahaya keemasan yang berkilau dan kemudian perlahan-lahan meredup selalu membuat saya merasa tenggelam dalam keindahan itu.

Entah apa yang menjadi daya tarik utama sore hari bagi saya. Kemilau cahayanya kah, suasana yang cenderung santai kah, atau mungkin malah peralihan menuju ke gelapnya yang saya nikmati. Yang saya ingat pasti, ketika kecil sore hari identik dengan waktu bermain.

Sore hari selalu menjadi waktu yang ditunggu-tunggu oleh noviar kecil. Ditunggu, karena saat itu merupakan waktu saya berkumpul dengan teman-teman sebaya. Bermain apapun yang kami inginkan... Mau main bola hayu, Main rorobonan (sejenis permainan benteng-bentengan) boleh, main galasin atau galah jidar (sejenis lompat jauh) oke.

Atau mau permainan yang lebih tidak menguras tenaga? Adu kartu bagi saya cukup menyenangkan, (sampai saya dikasi tau oleh guru ngaji saya bahwa itu termasuk judi kecil-kecilan). Ada lagi maen game watch (baca:gimbot) yang disewakan 50 perak buat maen sepuasnya sampai kita kalah.

Oya.. itu juga salah satu daya tarik sore hari buat saya kecil. Saat sore merupakan saat tukang dagang ramai berdagang (iyalah tukang dagang mah berdagang). Termasuk tukang sewain gimbot yang rajin nongkrongin lapangan tempat kita main. Selain itu tentunya banyak tukang dagang lain, kebanyakan tukang dagang makanan/minuman yang siap menguras habis uang jajan anak-anak yang kecapaian dan kelaparan serta kehausan setelah bermain dengan penuh semangat.

Mereka menawarkan makanan dan minuman yang memesona anak kecil dengan bentuk yang luar biasa aneh dan warna warni tapi menarik. Tidak sehat memang, tapi tidak akan bisa ditolak oleh anak-anak. Biasanya orang tua yang khawatir melihat anaknya yang jajan berlebihan (entah khawatir kesehatan fisik ataupun kesehatan finansial) mengeluarkan jurus sakti di penghujung sore dengan mengatakan "Tos ah, da si emang na oge bade uih" (Udah-udah, si abangnya dah mau balik). Terlepas dari penerjemahan kontroversial saya, cara ini cukup efektif untuk menghentikan rengekan anak yang pengen jajan. Hal ini karena rengekan itu bakalan bermetamorfosis menjadi tangisan meraung-raung hehe..

Lain lagi tips dan trik orang tua yang dilakukan supaya anak-anak pulang sebelum gelap. Biasanya mereka menakut-nakuti anak dengan keberadaan kelong wewe yang akan mengambil anak-anak yang belum pulang setelah gelap. Tentu ini menyebabkan anak-anak jadi takut, yang pada gilirannya membuat mereka tumbuh dengan takhayul. Huehehe. Tapi saya di sini bukan untuk mengkritik cara orang tua membesarkan anaknya. Hanya sedikit mengenang sore hari di masa kecil. Sedikit bernostalgia...

Beranjak remaja, saya menikmati sore sebagai waktu untuk berleha-leha setelah seharian beraktivitas (baca: sekolah). Dan juga masih waktu paling poll buat menghabiskan waktu dengan teman-teman. Ngobrol ngga karuan, ngeceng ngga jelas, diskusi ngga mutu dan lain sebagainya. Kadang malah jalan-jalan rame-rame mengikuti seruan Denny Malik:

Jalan Sore Kita Berjalan-jalan sore-sore


Bagi sebagian remaja, sore juga waktu yang cukup asyik buat memadu kasih (alaaaaakh). Terbukti ketika JJS (lihat seruan Denny Malik di atas in case anda tidak familiar dengan istilah JJS yang memang sudah last century bgt), banyak couples yang memanfaatkan waktu sore hari buat menghabiskan waktu bersama, mungkin karena dibatasi oleh jam malam dari orang tuanya.

Sekarang... Saya melihat sore hari tetap sebagai waktu untuk melepas lelah setelah bekerja atau kuliah, waktu berolahraga juga kalo lagi niat, Kadang jadi waktu yang cukup enak buat merenung atau menulis. Dan tetap juga melihat sore hari sebagai waktu paling poll buat jalan...
Intinya buat nyantey.

Jadi, sore hari punya peran yang mirip di setiap fase kehidupan saya Ketika kecil menjadi waktu bermain, Remaja jadi waktu sosialisasi dan ngeceng, Sekarang jadi waktu untuk melepas lelah dan menyalurkan interest.

Itulah... Sore hari semenjak saya kecil sampai sekarang selalu menjadi waktu peralihan dari hidup yang satu (baca:sekolah, kuliah atau kerja) ke hidup yang lain yang lebih menyenangkan. Hidup yang lebih berkualitas, di mana saya bisa mendapatkan ketenangan tanpa khawatir deadline atau ujian (mode panik biasanya baru muncul malam hari buat saya)

Dan mungkin itu akan berlanjut di fase kehidupan saya selanjutnya. Mungkin nanti sore hari bakal menjadi waktu yang saya tunggu-tunggu karena bakal melihat lagi senyum dan kenakalan anak(s) saya. Kemudian bermain dengan mereka. Lalu bercengkrama, saling menanyakan hari masing-masing dan berdiskusi untuk kesekian ribu kalinya dengan istri (ngga pake s sekarang mah) saya tercinta.

Tampak sangat jauh...


Dan sore hari ini terasa begitu indah... Entah kenapa.






Tulisan yang cukup personal ya? Ya sekali-kali mengamalkan motif no 1 (atau 2 bahkan 3 hihi) ngga pa pa kan? ^_^
Photo courtesy of abu96 diambil dari forum majalah chip

Thursday, August 10, 2006

Be the best...

Baru baca satu puisi dari Taufiq Ismail. Keren banget isinya, so simple yet so inspiring. Bener- bener kaya makna, dan ngebuat saya terhenyak aja bacanya.

Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri


Inti puisi itu sederhana: jadilah yang terbaik dari apapun peran kita. Lakukan semuanya sebaik mungkin, ngga usah ngerasa terintimidasi atau iri atau apapun lah istilahnya dengan keberhasilan atau keberadaan orang lain yang begitu menyilaukan.

Puisi ini seolah menyadarkan saya untuk tetap berpijak di tanah. Ngga ambisius, yet still berusaha mengejar impian. Cuman jalannya dengan itu tadi, ngelakuin segala sesuatunya, ngejalanin peran kita, dengan sebaik mungkin.


Let us simply be ourself, in the best way we could...

Jadi mari kita berusaha. Saya menjadi sebaik-baiknya Viar yang saya bisa. Anda menjadi sebaik-baiknya diri anda...


*sekedar berbagi*

Sunday, August 06, 2006

Pelangi Pelangi

Pelangi pelangi…
Alangkah indahmu

Merah kuning hijau
Di langit yang biru

Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi pelangi
Ciptaan Tuhan

Delapan baris lirik yang sangat familiar di telinga anak-anak Indonesia. Ya.. lagu itu seolah telah menjadi lagu wajib yang diajarkan kepada anak kecil dengan interval umur 1-5 tahun, baik oleh orang tua masing-masing maupun oleh guru-guru TK yang selalu lembut nan penuh kasih sayang itu.

Meskipun saya yakin pas kecil yang ngenalin pertama kali lagu itu Ibu saya (bukan saya mengenyampingkan peran bapak, tapi biasanya sih urusan lagu-laguan mah ibu-ibu selalu semangat ngajarinnya), karena keterbatasan daya ingat ketika kecil, saya ingetnya pertama diajarin lagu itu sama ibu guru TK Melati. Kalau tidak salah namanya Ibu Wati (Bukan Kakaknya Bapak Budi lho). Ibu Wati ini guru yang sangat penyabar menghadapi saya yang bengal dan tidak mau cicing ini. Kumaha Bu, damang? Masih ngajarkah?

Yak.. cukup dengan ibu wati, bapak budi dan teman-temannya. Kembali ke lagu pelangi-pelangi. Kenapa tiba-tiba saya inget lagu ini? Ngga tau ya, akhir-akhir ini saya memang sering banget mikir hal-hal yang sangat ngga penting banget (redundasi yang disengaja, biar dramatis). Jadi kemaren-kemaren pas denger teteh ipar saya nyanyiin lagu itu (tuh kan ibu-ibu, see?) buat ponakan saya tersayang z, saya jadi mikirin lagu itu.

Dan bukan sekedar mikirin gitu doang. Dengan tingkat overanalyzing yang akut, saya nyoba menggali ada apa sebenernya di balik lagu itu *halah*. Dan kesok-tauan tingkat tinggi saya menghasilkan hal-hal berikut:

Pertama: Pelangi adalah simbol keindahan, kedamaian dan (bagi sebagian orang) harapan. contoh nyatanya, ini keliatan dari lagu-lagu yang menyebut-nyebut kata ini. Btw, saya menafsirkan suatu lagu dengan lagu lain yang ngga berkaitan, metodologi penafsiran yang tidak dapat diterima bukan? Sudahlah toh, ini bukan tulisan ilmiah yang setiap tahapannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Ok, balik lagi aja deh ke contoh lagu-lagu tadi Misal lagu Over The Rainbow-nya Martina McBride dengan salah enam baitnya seperti ini:

somewhere over the rainbow,
way up high,

theres a land that i heard of once in a lullaby,

somewhere over the rainbow,
skies are blue,

and the dreams that you dare to dream really do come true,

Di sini pelangi menjadi sebuah fantasi masa kecil, tempat yang penuh kedamaian, di mana semua mimpi bisa menjadi kenyataan.

Next, Lagu lain: Jamie Cullum’s what a difference a day made liriknya seperti ini:

Oh, what a difference a day made
There's a rainbow before me

Skies above can't be stormy since that moment of bliss

Kalo di lagu itu, pelangi dilambangkan mewakili suatu keadaan yang tenang tentram. Keadaan yang damai..

Satu lagi deh, Jamrud (Heeeeeeh?? Ya supaya ngewakilin berbagai segmen aja lah ini mah.. Wong bapak presiden pun suka nyanyi ini) dengan Pelangi di matamu, liriknya kaya gini:

Ada Pelangi di bola matamu
Yang memaksa diri tuk bilang aku sayang padamu

Untuk lagu ini, pelangi diartikan sebagai suatu keindahan yang tidak dapat tertahankan (sebenernya tadinya saya pengen menerjemahkan irresistable, maap kalo jadi ngaco). Suatu kondisi di mana keindahan tersebut begitu absolut, begitu mutlak, sehingga kita kehilangan kendali dan benar-benar membiarkan diri hanyut dalam keindahan tersebut.

So to sum up.. Dari lagu-lagu tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa pelangi merupakan simbolisasi dari tranquility, keindahan, ketentraman. Pada intinya, pelangi melambangkan segala sesuatu yang hakiki yang begitu dicari oleh manusia sepanjang hayatnya.
Jadi, penafsiran asal-asalan saya atas bait-bait:

Pelangi pelangi
alangkah indahmu

adalah bahwa kedua bait ini merepresentasikan kerinduan manusia mencapai kedamaian, keindahan, dan ketentraman. Bait-bait tersebut juga melambangkan ketika mulai tercipta kesadaran bahwa hal tersebut merupakan suatu yang hakiki.

Ok itu yang pertama, sekarang yang Kedua: Pemilihan warna merah-kuning-hijau. Ada apa di balik pemilihan itu? Mengenyampingkan fakta bahwa hal itu dipilih karena terikat oleh keterbatasan irama (tidak mungkin seluruh dispersi warna dalam pelangi disebutkan karena kebanyakan, jadinya ntar lagu yang sangat panjang), saya berasumsi ada makna di balik pemilihan tiga warna tersebut.

Kenapa merah-kuning-hijau? Lagi-lagi saya mengeyampingkan anggapan umum bahwa memang ketiga warna itu yang paling populer di antara warna lainnya selain hitam dan putih (dan hitam serta putih dianggap tidak termasuk warna pelangi yang indah itu). Saya malah berpikir sedikit lieur (pusing-pen.), kalo memang karena keterbatasan jumlah warna yang harus diakomodasi dalam lirik tersebut, kenapa ngga ambil titik-titik ekstrim yang ada aja i.e. warna-warna ujung dan tengah. Karena kalo merah kuning ijo kesannya kaya lampu lalu lintas kan

Jika mengacu pada buku teks pelajaran anak SD atau SMP, secara garis besar ada tujuh warna yang dapat secara kasat meta dibedakan dalam dispersi warna yang dibentuk oleh pelangi. Ketujuh warna tersebut adalah Merah-Jingga-Kuning-Hijau-biru-Nila/Lembayung-Ungu. Nah dapat diliat bahwa titik ekstrimnya terjadi pada warna merah, hijau dan ungu. Jadi seharusnya lirik lagu tersebut seperti ini: Merah-hijau-ungu di langit yang biru.

Di sini akhirnya saya berpikir semakin lieur dengan mencoba mencari tau filosofi di balik pemilihan ketiga warna tersebut. Merah secara filosofis biasa dilartikan sebagai power, hasrat, nafsu, kehendak, kerja keras dan sebagainya, intinya keinginan dasar manusia lah. Kalo anda seorang freudian, anda akan mengasosiasikan merah ini sebagai id lah..

Selanjutnya: kuning oleh para filsuf-warna ditafsirkan sebagai warna filosofi, harapan, keoptimisan. Dapat diartikan sebagai pandangan yang positif terhadap masa depan, dimana ada unsur tujuan di sini.

Lain lagi ama hijau, hijau diartikan sebagai warna yang melambangkan keberuntungan dan pembaruan, serta kealamian.

Sekarang gimana dengan langit yang biru? Biru seperti diketahui secara umum adalah lambang dari kepercayaan, ketenangan, kestabilan dan keteraturan. Latar belakang langit biru dari pelangi secara literal juga dapat diterima.

Maka, dengan mensitesis filosofi atas warna dan filosofi dari pelangi pada poin pertama, jadilah penafsiran seperti ini: Untuk mencapai apa yang dicari i.e. ketentraman dan kebahagian, seseorang harus mampu menyinergikan unsur-unsur yang ada dalam dirinya. Kehakikian dapat dicapai jika kita memiliki kehendak yang kuat dengan kerja keras yang terkendali, dibarengi dengan optimisme yang tinggi, serta pemikiran mendalam namun tanpa menghilangkan unsur-unsur alamiah dalam diri dan pada akhirnya senantiasa melakukan pembaruan dalam setiap langkah kita untuk menuju sesuatu yang lebih baik.

Wah, kalimat majemuk yang sangat panjang. Mungkin rada pusing kalo baca sekali, jadi saya sarankan untuk dibaca berulang-ulang (maafkan ketidakpandaian saja merangkai kata).

Ok itu pemaknaan saya atas baris-baris:

Merah kuning hijau
Di langit yang biru

Yang ketiga untuk Baris-baris selanjutnya.

Pelukismu agung
Siapa gerangan

Di sini menggambarkan betapa manusia begitu kagum dan merindukan ketentraman, serta kebahagian. Manusia begitu menginginkan hal itu, dan akhirnya merasakan adanya supra-subjek yang memiliki kekuatan untuk bisa memberikan, menciptakan seluruh kebahagian dan keindahan tersebut.

Kerinduan yang begitu membuncah serta kesadaran atas adanya supra-subjek yang punya kekuasaan di atas segalanya itu, membawa manusia ke dalam proses pencarian makna. Pencarian kebenaran hakiki, pencarian atas siapa Sang Supra-Subjek (S3).

Dengan mengetahui dan mengenal S3 itu, manusia memiliki pengharapan bahwa pada akhirnya dia bakal mendapatkan kebahagian hakiki tersebut

Setelah melalui proses pemikiran dan pencarian makna, pada akhirnya manusia akan mendapatkan suatu pencerahan bahwa kebahagian hakiki akan didapatkan ketika kita berhasil menemukan S3 yaitu Tuhan. Ketika kita berhasil menemukan Tuhan dalam diri kita, kebahagian hakiki akan muncul dengan sendirinya. Ketentraman bukan sesuatu yang utopis. Makanya baris- baris terakhir lagu tersebut berbunyi seperti ini:

Pelangi-pelangi
Ciptaan Tuhan

Jadi, begitulah... mengingat lagu merupakan sesuatu yang sangat mudah untuk masuk ke dalam alam-bawah-sadar anak-anak. Lagu pelangi-pelangi ini akan membawa manusia yang dibesarkan dengannya (nya di sini lagu pelangi) pada proses pencarian makna hakiki dan berujung pada pencarian Tuhan, makanya bagus nih lagu kalo dinyanyiin ama anak-anak.

Gyahahahaha penafsiran yang penuh keasalan serta membabi buta bukan? Ya begitulah... memperlihatkan betapa ngga penting banget pemikiran saya. Sebenarnya ada beberapa lagu anak-anak yang telah saya coba tafsirkan sesuai dengan keinginan hati saya. Saya kasi contoh deh...

Lagu Balonku* melambangkan identifikasi posessi yang kita miliki dan betapa kita harus melindungi possesi tersebut. Lagu Topi Saya Bundar mengajarkan tentang identitas diri, karakter dan kepribadian (heeh?). Sangat ngaco bukan?

Ya sudahlah...

*) Terdapat kontroversi bahwa lagu ini ngaco. Ada versi yang menyebutkan beberapa larik dari lagu ini berbunyi .... merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru, meletus balon hijau... where the hell that green baloon came from? Namun ada orang yang diajari dengan versi yang berbeda dan tidak ngaco. Merah di awal diganti dengan hijau. Jadi yang meletus balon pertama. (ngga penting banget)..


Foto Pelangi courtesy of : www.nps.gov/.../june2004/rainbow/index.htm
Foto Lampu Lalin courtesy of Nurvit